Minggu, 13 September 2015

Permintaan Maaf dan Sekilas Cerita Setahun Terakhir

Hmm. Oke. Saya tidak percaya usia postingan terakhir blog ini sudah hampir satu tahun sekarang.

Dari dulu saya memang inkonsisten dalam urusan memelihara blog. Jadi, saya mau minta maaf karena telah mengabaikan ruang tuang pikiran ini. Kepada siapa permintaan maaf ini ditujukan? Kepada dunia maya, karena dunia mereka sudah dikotori oleh blog yang sama sekali tidak produktif ini. Haha.

Selama hampir satu tahun terakhir ini, banyak kejadian yang membuat saya lebih memahami dan mau mengakui kelemahan diri sendiri. Dari banyak pengalaman tersebut, saya belajar bahwa self-talk terbukti bisa membuat kita lebih memahami apa mau diri dan memudahkan pengambilan keputusan.

Setelah lulus S1 di bulan September tahun lalu dan keluar dari tempat kerja lama yang bergerak di bidang online media, saya melamar kerja di salah satu bimbingan belajar bahasa Inggris yang sangat punya nama di Indonesia. Setelah melalui beberapa proses seleksi yang mengharuskan bolak-balik Malang-Surabaya, saya akhirnya diterima untuk menjalani training di Surabaya selama dua minggu.

Setelah training selesai, ada ganjalan yang membuat saya harus menunggu lama sebelum bisa mulai mengajar di lembaga tersebut. Ternyata, rejeki diterima kerja di lembaga tersebut hanya numpang lewat di portfolio kehidupan duniawi saya. Karena satu dan lain hal, seorang perempuan dari Ponorogo ini batal mengajar di lembaga tersebut.

Rejeki yang hanya mampir sebentar ini membuat saya berkaca pada diri sendiri. Apa kesalahan yang saya lakukan sampai rejeki ini ditarik lagi oleh Allah SWT? Dan saya temukan jawabannya. Saat sedang menjalani seleksi masuk lembaga itu dulu, saya memang bersikap jumawa. Beberapa teman sudah ada yang mencoba seleksi tersebut dan sebagian besar dari mereka gagal. Jadi ketika saya dinyatakan lolos seleksi dan berhak mengikuti teacher training lembaga tersebut, ada perasaan sombong yang menyelinap di hati. Akhirnya, perasaan tersebut membuat saya sedikit meremehkan proses training-nya dan malah membuat kerepotan menjalankan tugas-tugas dan jadwal training.

Karena sudah menyadari letak kesalahan, akhirnya saya bisa mengikhlaskan kesempatan emas mengajar di lembaga bergengsi itupun melayang. Saya berjanji kepada diri sendiri untuk berusaha menjadi lebih rendah hati, dengan memahami bahwa semua hal baik yang saya dapatkan digerakkan oleh Allah SWT, sama sekali bukan karena kualitas saya yang unggul sebagai manusia. Semua terjadi atas ridho-Nya, jadi seunggul apapun saya jadi orang, kalau Allah SWT tidak ridho, semua kebaikan hidup akan hilang dalam sekejap mata. Intinya, jangan kufur nikmat.

Kemudian saya beberapa kali mencoba melamar kerja di tempat lain, dan lagi-lagi belum rejeki. Sambil menunggu dan terus mengusahakan rejeki pekerjaan itu datang, saya telateni ikut agensi terjemahan milik seorang teman kuliah dulu. Dari sana saya mendapatkan pundi-pundi rupiah yang bisa digunakan untuk membeli keinginan-keinginan pribadi tanpa harus minta orang tua. Saya di Malang tinggal bersama Kakek-Nenek, jadi biaya hidup sehari-hari tidak terlalu menjadi soal.

Saya masih belum bisa membaca rencana Allah SWT tentang mengapa saya tidak kunjung mendapatkan pekerjaan full time setelah lulus kuliah, hingga Idul Fitri 2015 kemarin keluarga mendapatkan cobaan. Kondisi Kakek dan Nenek menurun drastis, sehingga harus diboyong ke kampung halaman saya, Ponorogo, supaya Ibu dan Bulik bisa mengurus beliau berdua dengan intensif. Saya pun akhirnya ikut pulang ke Ponorogo untuk menetap di sana guna membantu mengurus rumah selama Kakek dan Nenek bergantian dirawat di rumah sakit. Mbak yang biasa membantu Ibu di rumah, entah kebetulan atau tidak, meminta berhenti kerja di saat Kakek harus menjalani operasi prostat. Saya tekadkan hati untuk ikhlas tinggal di Ponorogo lagi dan melupakan target jangka pendek untuk bekerja full time di Malang demi keluarga.

Karena tujuan saya setelah lulus S1 adalah segera kuliah S2, selama di Ponorogo saya betul-betul memanfaatkan waktu dan tenaga untuk mengejar beasiswa. Wira-wiri ke kantor kelurahan, kecamatan dan RSUD saya usahakan untuk memenuhi kelengkapan mendapatkan beasiswa. Beberapa kali juga harus bolak-balik Malang untuk tes TOEFL dan mengambil sertifikatnya. Setelah gagal mendaftar Fulbright karena satu dan lain hal, akhirnya saya melamar beasiswa LPDP periode 3 tahun 2015 ini.

Alhamdulillah, ternyata rejeki saya selepas S1 memang bukan pekerjaan full time, melainkan beasiswa kuliah Magister Luar Negeri dari LPDP. Untuk postingan selanjutnya, saya ingin bercerita tentang cerita berburu LPDP dan berbagi beberapa tips soal beasiswa yang dilabeli 'super baik' oleh para awardee-nya ini.

Terima kasih sudah membaca postingan super panjang ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar