Minggu, 13 September 2015

Cerita Berburu Beasiswa BPI LPDP: Part I

Disclaimer: Cerita ini saya tulis bukan untuk pamer atau menyombongkan diri. Kabar saya menembus BPI LPDP sudah tersebar kepada teman-teman sejawat, dan beberapa di antaranya mengontak saya untuk membagi tips dan cerita soal beasiswa dari Kementerian Keuangan ini. Supaya memudahkan teman-teman yang kesulitan, atau mungkin sungkan, menghubungi karena tidak akrab, maka saya membaginya di blog yang penuh dengan debu dan usang ini.

Salah satu teman seperjuangan saat kuliah S1 dulu, sebut saja Mbak Nganjuk (orangnya pemalu sekali dan kemungkinan akan protes kalau nama lengkapnya saya cantumkan di sini haha), sudah terlebih dulu berhasil menembus BPI LPDP tahun 2014 kemarin, dan sekarang sudah hampir selesai menempuh pendidikan Magister di Lancaster, Inggris. Bisa dibilang dia adalah pelopor penerima beasiswa S2 ke luar negeri di angkatan 2010 dari prodi Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Malang. Tentu saja kabar gembira ini menginspirasi saya dan teman-teman sejawat lain yang memiliki cita-cita kuliah S2 ke luar negeri. Saya sering menghubunginya lewat BBM untuk bertanya-tanya soal beasiswa LPDP dan meminta dia menceritakan pengalaman hidup di luar negeri. Karena kami sama-sama berasal dari kota kecil, saya pikir pengalaman yang dia bagikan akan sangat berguna apabila suatu hari nanti saya juga berhasil mengikuti jejaknya berkuliah ke luar negeri. Untunglah Mbak Nganjuk ini jauh dari sifat pelit, meskipun sangat pemalu.

Dari mulai akhir 2014 kemarin, saya sudah mulai mempersiapkan keperluan materi dan mental untuk mengejar beasiswa kuliah S2 ke luar negeri. Target pertama saya adalah beasiswa Fulbright AMINEF karena saya ingin sekali berkuliah S2 ke Amerika Serikat, dan beasiswa dari lembaga tersebut kabarnya adalah yang paling prestisius di Indonesia saat ini. Ditambah lagi, biaya TOEFL iBT dan tes GRE nantinya juga ditanggung oleh mereka. Menggiurkan sekali, bukan?
Sayang seribu kali sayang, pada hari saya semestinya mendaftar tes TOEFL ITP di Balai Bahasa Universitas Negeri Malang, ada halangan longsor di jalur Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung-Blitar-Malang yang biasa saya lewati. Gara-gara halangan ini, perkiraan waktu yang sudah saya perkirakan untuk bisa mengirim dokumen sesuai deadline dari Fulbright, tidak terpenuhi. Saya sempat menangis karena saat itu kelengkapan yang belum terpenuhi hanya tinggal sertifikat TOEFL saja. Akhirnya, haluan saya belokkan ke BPI LPDP.

Saya mulai mencari-cari informasi mengenai kelengkapan yang diperlukan untuk melamar BPI LPDP kira-kira bulan Januari kemarin. Saya browse blog-blog para awardee LPDP dengan maksud ingin mendapatkan inspirasi dan contoh tiga esai terpenting dari bagian aplikasi BPI LPDP; esai kontribusiku untuk Indonesia, esai sukses terbesarku, dan esai rencana studi. Saya ingat mendapatkan contoh esai milik Mbak Anindyajati, yang, kalau tidak salah, adalah seorang Sarjana Farmasi. Mengambil konsep dari tiga esai milik mbak tersebut, saya mulai menyusun kerangka milik sendiri (terima kasih banyak, Mbak Anindyajati!). Setelah itu, saya mengunduh banyak artikel ilmiah dan jurnal-jurnal kajian gender untuk dipelajari guna mendukung theoretical framework untuk disertasi nanti. Bahan disertasi dari study objective untuk Fulbright kemudian saya ekstrak untuk esai-esai aplikasi BPI LPDP.

Kabar gembira kembali datang dari teman seangkatan namun beda prodi, Afida Husniya, dan kakak tingkat yang sudah keliling dunia, Ziadatul Hikmiah, yang juga berhasil menembus beasiswa LPDP ini. Kedua orang tersebut berjasa sekali karena sudah mau meluangkan waktu mereka untuk proofread esai-esai saya dan juga membagi esai mereka untuk dijadikan acuan (thank you very much!). Beruntunglah saya karena mempunyai teman-teman yang tidak tinggi hati dan mau berbagi ilmu seperti Mbak Nganjuk, Fida dan Mbak Zia. Alhamdulillah.

Selama proses melengkapi kebutuhan administrasi beasiswa, saya terus memaksa diri untuk membaca banyak jurnal dan artikel kajian gender untuk mencegah analytical thinking otak ini berkarat. Saya ingin mempersiapkan diri untuk kuliah S2 sedini mungkin supaya nanti saat wawancara LPDP saya benar-benar siap menanggapi pertanyaan substantif dari para juri mengenai kerangka disertasi saya.

Jangan dikira mempersiapkan kelengkapan administrasi beasiswa itu tidak ribet! Yah, paling tidak pada kasus saya. Hehe. E-KTP saya, entah bagaimana ceritanya, tidak pernah tercetak padahal saya sudah melakukan perekaman di perpus kampus sejak dahulu kala. Akhirnya saya harus meminta surat keterangan tanda penduduk sementara karena blanko E-KTP di kecamatan tempat tinggal habis. Setelah selesai meminta surat keterangan ke kelurahan, sesampainya di kecamatan saya mendapatkan masalah karena nama saya pada KK disingkat 'Masithoh Azzahro L.'. Ketika kembali ke rumah dan meminta Bapak mengurus pembaruan KK, beliau bilang KK kami sudah lama hilang. Akhirnya Bapak, di sela-sela kesibukan mengajarnya, membereskan urusan pembuatan KK baru, dan semua proses itu memakan waktu satu bulan (sial, ya?). Setelah selesai mengurus E-KTP, saya melanjutkan ke proses mencari surat keterangan sehat, surat keterangan bebas narkoba, dan surat keterangan bebas TBC. Proses ini cukup lancar, meskipun memakan biaya yang tidak sedikit (saya baru tahu kalau tes urin dan tes darah itu mahal!). Setelah semua terpenuhi, saya mengunggah dokumen-dokumen yang diperlukan ke web pendaftaran LPDP. Setelah selesai mengunggah, saya tidak langsung submit data. Saya menunda hingga hari terakhir pengumpulan, yaitu 24 Juli 2015, karena takut ada yang salah pada data saya dan tidak bisa diedit lagi. Pada pagi hari itu, akhirnya saya berani mengklik tombol 'SUBMIT'. Alhamdulillah tidak mengalami kendala seperti teman-teman lain yang submit pada hari terakhir. Allah Maha Besar!


Menunggu, menunggu, dan menunggu. Pada tanggal 7 Agustus 2015 jam 8 pagi, saya membuka email. Alhamdulillah, dinyatakan lulus proses administrasi dan dijadwalkan mengikuti proses seleksi substantif (wawancara, LGD, dan on-the-spot essay writing) pada 26-28 Agustus 2015.

Cerita tentang seleksi substantif berlanjut ke Part II, ya! Thank you!

6 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Hallo, aku kori, sasing UM 2009. adek tingkat berati ya? Salam kenL :)
    Aq juga lagi ngurus syarat2 LPDP. Cuma kurang surat bebas TB sama narkoba. Itu km tes TBC nya dimana ya? Berapaan? N tesnya pake darah aja gitu? Gak pake dahak? Soalnya aq disuruh tes dahak, sudah berhari2 wadah dahaknya aq bawa tapi gak keluar2.maturnuwun sebelumnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya ampuuun, maaf baru kebaca, mbak. Soalnya profil blogger mbak diprivate, gak muncul notifnya di emailku. Maaf...
      Di RSUD, mbak. Pakai darah, pakai rontgen, pakai tiup bukan dahak. Saya disuruh niup alat gitu, buat liat seberapa kuat napas saya haha. Agak mihil, mbak. Siap-siap ya hehe.

      Hapus
    2. Lho masak private? Wahhh
      Okke deh kalau begitu makasih banyak yak

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Mbak bisa minta kontaknya gak?
    Buat sharing pengalaman mbak, kali aja bisa membantu aku mbak.

    BalasHapus