Sabtu, 17 Oktober 2015

Menyoal Teman yang "Hobinya" Merendahkan

Wah...sudah lagi sebulan sejak postingan yang terakhir. Apa kabar semuanya? Yang di belakang, mana suaranyaaaaaaa? *kemudian disetrum microphone


Akhir-akhir ini saya disibukkan dengan order terjemahan yang lumayan menggila, dan tugas-tugas pra-PK BPI LPDP yang juga menggila berkali-kali lipat. Haha. Saya masuk PK-46, by the way. Nama kami Sajayantara. Ada sedikit isu insecurity yang saya alami ketika tahu masuk PK-46. Kami satu angkatan diharuskan untuk mempunyai akun LinkedIn yang sophisticated, dengan jumlah koneksi satu angkatan minimal 100 orang, dengan total koneksi awardee LPDP minimal 200. Saya pun mengedit akun LinkedIn saya di sana-sini supaya terlihat layak. Begitu kami satu angkatan sudah saling menambahkan koneksi, saya cek profil teman-teman satu per satu. Dan...saya semakin merasa kecil, bukan apa-apa, hanyalah sebutir biji kurma di antara semangka-semangka yang segar.

Teman-teman satu angkatan datang dari beragam latar belakang, dan yang paling saya perhatikan adalah latar belakang profesional mereka. Ya Allah...ada yang masa kerjanya di instansi bergengsi sudah 10 tahun, ada yang sudah keliling dunia lewat berbagai program pertukaran belajar, ada yang sudah bekerja di sana-sini dengan track record yang ciamik. Siapalah saya ini di antara mereka? *melorot dari kursi
Alhamdulillah saya diberi kesempatan mengenal orang-orang hebat seperti mereka! :')

***

Lepas dari sekelumit cerita pra-PK, beberapa minggu yang lalu, salah seorang teman kuliah dulu menceritakan sesuatu yang membuat saya sedikit terhenyak. Teman saya ini sedang menyusun strategi untuk mendaftar BPI LPDP Periode 4, yang terakhir, tahun ini. Setelah berminggu-minggu mengobrol intens soal esai, kampus, dan trik sukses BPI LPDP, dia ini tiba-tiba menghilang. Sulit dihubungi, dia juga tidak menghubungi saya duluan. Saya curiga jangan-jangan semangatnya mengejar beasiswa sudah pudar.

Beberapa hari kemudian setelah itu, dia kembali menghubungi saya. Dan benar saja, dia sempat kehilangan motivasi kuliah S2 gara-gara omongan seorang kawannya. Inti dari omongan kawan teman saya tersebut adalah bahwa jurusan kami (saya dan teman saya) ini tidak ada gunanya, tidak signifikan, dan tidak worth-pursuing. Saya kaget setengah mati! Ada, ya, teman yang begitu itu selain di sinetron dan FTV? Di saat temannya menceritakan impian beasiswa S2 ke luar negeri, dia justru mematahkan semangat dengan bilang jurusan yang diambilnya TIDAK BERGUNA. Lalu teman saya tadi lanjut menceritakan bahwa si kawan ini sebetulnya tidak terlalu bisa bahasa Inggris, malahan terkesan sok bisa. Saya langsung paham, "Oh."
Memang ada saja tipe orang yang seperti ini. Tidak terlalu bisa, tidak menguasai sesuatu, lalu iri melihat orang lain yang bisa dan mempunyai cita-cita besar, akhirnya berusaha menjatuhkan orang lain tersebut untuk menutupi insecurity-nya sendiri. Kejam? Tega? Gila? Memang. Orang seperti ini harusnya diracun semprotan nyamuk!

Saya lantas sedikit memarahi teman saya ini. Bagaimana dia bisa tangguh berjuang mendapatkan beasiswa, dan menyelesaikan kuliahnya nanti jika diterima, kalau sedikit terjangan angin dari teman yang iri hati begitu sudah membuatnya putus asa? Sudah mematahkan motivasinya? "Kalau jurusan kita tidak signifikan, mana mungkin kakak-kakak tingkat kita yang konsentrasinya Sastra Inggris juga bisa dapat beasiswa? Mereka dapat beasiswa karena pemberi beasiswa melihat signifikansi risetnya. LPDP memberi saya dan teman-teman Sastra Inggris lain beasiswa karena percaya kami bisa membawa perubahan yang baik untuk negara, lewat jurusan ini,", begitu kurang lebih ucapan saya kepadanya. Dia kemudian sadar bahwa tidak seharusnya satu mulut pedas seorang ignorant mematahkan semangatnya, dan kembali berjuang sampai hari menjelang deadline BPI LPDP Periode 4 ini (deadline 19 Oktober 2015).

Kita semua pasti sudah diajari waktu SD, dilarang memilih-milih teman. Tapi kalau bertemu teman yang senangnya merendahkan orang lain seperti kawan teman saya itu, dorong saja ke Sungai Ciliwung!