Senin, 06 Februari 2017

Ada Apa Dengan Percikan?

Beberapa bulan yang lalu, saya dan lingkaran pertemanan ciwi-ciwi terdekat rajin membicarakan kata chemistry dan spark. Kebetulan lima dari sahabat perempuan terdekat memang masih hidup soliter. Kami bukannya tidak dilirik para lelaki, bahkan sudah ada yang dilamar. Namun dua kata-kata pamungkas itulah yang menjadi patokan apakah para lelaki yang melirik bahkan melamar itu layak mendapatkan perempuan berkualitas seperti kami.

Sebenarnya, apa yang kami maksud dengan chemistry dan spark? Zat kimiawi? Percikan? Saya akan coba membedahnya, mewakili para perempuan kesayangan saya.

Jadi, chemistry dan spark adalah dua hal yang berbeda namun tidak terpisahkan. Sepemahaman saya, chemistry adalah level familiaritas percakapan. Bahasa gaulnya, nyambung enggak-nya. Biasanya chemistry muncul dari topik hobi yang sama, buku favorit, film favorit, tokoh politik favorit, klub sepakbola favorit, sampai berujung ke pembicaraan filosofis yang biasanya bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang pandangan hidup pihak yang sedang diprospek. Satu hal yang penting bagi saya, sebetulnya chemistry bisa dibangun dan dipupuk. Caranya? Dengan membiasakan diri dengan hal-hal yang disenangi oleh pihak yang diprospek. Perlahan level familiaritas percakapan akan meningkat seiring waktu, yang penting ada kemauan untuk menurunkan ego dan kompromi mengenai beberapa selera yang mungkin bertolak belakang.

Sayangnya, spark alias percikan tidak bisa dikamuflase atau diupayakan. Percikan itu 'ada', bukan 'muncul'. Jadi, dia bukanlah satu hal yang berproses, yang gradually bisa dihadirkan asalkan ada usaha. It's either there abundantly, or not at all, right at the moment you look into each other's eyes. Atau pada waktu kulit tidak sengaja bersentuhan. Atau pada waktu saling mendengar suara satu sama lain. Percikan adalah momen berhentinya denyut nadi kita sepersekian detik ketika menyadari adanya kehadiran pihak yang diprospek, apapun wujudnya. Bahkan aroma keringat, atau hal seremeh nama yang muncul di notifikasi smartphone pun bisa menjadi penanda percikan yang dahsyat sampai membuat lutut lemas. Saya sendiri sangat mengandalkan percikan. Tidak peduli seberapa tampan, seberapa cerdas, seberapa menarik seorang lelaki secara keseluruhan, semua akan sia-sia tanpa adanya percikan. Namun, bukan berarti ada yang salah dengan lelaki tersebut. The heart wants what it wants, and it's just not that guy.

Kesimpulannya, spark harus ada dulu supaya chemistry bisa berkembang. Tanpa percikan, tidak akan muncul keinginan untuk meningkatkan level familiaritas percakapan. I rest my case.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar